Minggu, 10 Desember 2017

Nikmatnya.. Swike Purwodadi, Sup Kodok dengan Tauco

Swike Cik Ping di Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jateng, Minggu (5/12/2017) sore(Seputarpurwodadinews.blogspot.com)
GROBOGAN, Seputarpurwodadinews.blogspot.com - Di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah khususnya di Kecamatan Purwodadi, kodok menjelma menjadi makanan khas yang digandrungi oleh masyarakat di sana. Mereka menyebutnya Swike.
Hidangan ini dipercaya berasal dari pengaruh masakan Tionghoa yang masuk ke Indonesia. Tekstur daging kodok dianggap serupa daging ayam. Bagi telinga warga pada umumnya, Purwodadi sudah sejak lama mengantongi jargon sebagai " Kota Swike".
Kodok hijau yang habitatnya di persawahan itu, diracik dengan bumbu tradisional menjadi makanan yang kesohor di kalangan para pecandunya. Masakan berkuah layaknya sup yang konon merupakan perpaduan ramuan dari Tionghoa dan lokal ini sangat mengakar kuat di Kabupaten Grobogan terutama di Kota Purwodadi.
Luar biasa mudahnya menemukan warung makan swike di Purwodadi. Di sejumlah titik pusat kota hingga perdesaan, ada banyak warga yang menjajakan masakan yang mengandalkan bahan dasar tauco itu.
Seperti halnya rumah makan "Swike Asli Purwodadi" atau lebih getol dengan sebutan swike 'Cik Ping' yang tak lain adalah nama pemilik rumah makan ini. Tempat makan yang setiap harinya ramai dikunjungi para penikmat kodok itu berlokasi di Jalan Kolonel Sugiono, Kecamatan Purwodadi, Grobogan.

Rumah makan lintas generasi ini diklaim sudah ada sejak tahun 1901. Untuk menunjukkan eksistensinya, pengelola pun menuliskan tahun perdana mereka berdiri pada baliho yang terpampang di depan rumah makan sederhana tersebut.
Bukan perkara mudah, rumah makan 'Cik Ping' telah bertahan lebih dari seabad. Selain warga Grobogan, tercatat pula warga luar kota acap kali menyempatkan diri mampir di rumah makan ini.
Sampai-sampai, sederet artis kenamaan seperti Robby Sugara, Inul Daratista, Didi Kempot dan petinju Cris John pernah turut menyambanginya. Terpajang foto-foto orang terkenal di tembok rumah makan bernuasa asri itu.
Shanty Tjandra Wati  (54) atau akrab disapa Cik Ping, menuturkan, awal mulanya, sebelum tahun 1900, generasi pertama sesepuhnya itu berdagang swike dengan berkeliling berjalan kaki mengangkat pikulan di wilayah Purwodadi. Hingga akhirnya nasib baik menghantarkan leluhurnya bernama Kong Giring itu untuk berjualan swike dengan mangkal di rumah yang saat ini menjadi rumah makan 'Cik Ping'.
"Untuk mengenangnya, pikulan itu masih dipergunakan di warung. Kami adalah generasi kelima. Kami buka cabang di Jalan Imam Bonjol, Semarang sejak 1997 dan di Jalan Diponegoro, Yogyakarta sejak 40 tahun lalu," terang Cik Ping kepada Seputarpurwodadinews.blogspot.com, Minggu (23/4/2017) sore.
Reputasi rumah makan 'Cik Ping' yang menyajikan panganan kodok hijau di Purwodadi bukan isapan jempol belaka. Dalam kurun sehari, rumah makan yang berada di jantung kota Purwodadi ini bisa menghabiskan 50 kilogram paha kodok hijau yang telah diramu.
Bahan utama hidangan ini adalah kaki kodok dengan dibumbui jahe, bawang putih, garam, lada dan tauco. Swike dihidangkan dengan perasan jeruk nipis, taburan bawang putih goreng, dan daun seledri.
Agar lebih lengkap, swike biasanya dinikmati dengan nasi putih. Hal istimewa dari swike olahan Cik Ping adalah kekuatan kuahnya serta meresapnya bumbu pada daging kodok.
Cik Ping menyisipkan ramuan rahasia dalam menciptakan tauco sebagai bahan dasar membuat swike. Tauco sendiri merupakan hasil fermentasi kedelai hitam atau kuning dan penambahan larutan garam.
"Swike kami istimewa pada tauconya. Kami juga memilih kecap yang berkualitas untuk memadukan rasa manis pada kuah. Untuk yang berselera pedas, kami sediakan ulek'an cabai," pungkas Cik Ping.
Harganya cukup terjangkau menyesuaikan rasa lezatnya. Swike kuah dihargai Rp 20.000 per porsi. Ada pula pepes berisi telur, jeroan dan daging kodok berbalut daun pisang dijual Rp 10.000 per bungkus.
Kodok goreng tepung atau mentega Rp 25.000 per porsi. Tongseng dan rica kodok Rp 25.000 per porsi serta Rambak atau kerupuk kulit kodok Rp 4.000 sebungkus.
"Enak banget olahan kodok di sini terutama swike kuahnya. Bumbu yang disajikan meresap ke dalam daging kodok dan kuahnya enak. Perpaduan, manis, asam, asin dan pedas. Saya bersama keluarga dan teman-teman sering jajan di sini. Pokoknya nendang di lidah mas," kata Cahya Wandita Kusuma (28), seorang pengunjung, warga Jagalan, Purwodadi.

Sabtu, 09 Desember 2017

Wisata Bledug Kuwu, Fenomena Letupan Lumpur Unik di Jawa Tengah

-SeputarPurwwodadiNews
 hqdefault
Suasana fenomena letupan lumpur di obyek wisata Bledug Kuwu di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2017). Secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sementara mitologi masyarakat setempat menyebut jika fenomena Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan. Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung berjalan di perut bumi lantaran ia bisa berubah wujud menjadi ular naga.(SeputarPurwwodadiNews)
GROBOGAN,SeputarPurwwodadiNews - Ada salah satu destinasi wisata menarik yang patut untuk dikunjungi di wilayah Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Fenomena alam yang tersohor dan banyak menyedot wisatawan itu dikenal dengan sebutan "Bledug Kuwu".
Obyek wisata nan unik ini berlokasi di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, atau berjarak sekitar 30 kilometer ke arah timur Kota Purwodadi. Menjelang siang, saat sinar Sang Surya mulai menyengat tubuh, satu per satu pengunjung terus berdatangan ke obyek wisata unggulan di Grobogan ini.
Ketika awal menginjakkan kaki memasuki kawasan Bledug Kuwu, hamparan lahan kosong seluas 45 hektar terpampang di depan mata. Pengunjung pun diarahkan untuk maju perlahan menuju ke arah asap yang telah mengepul di atas bentangan tanah yang luas.
Semakin kita mendekat, semakin nyaring terdengar bunyi ledakan nan dahsyat. Jangan terlalu dekat, sewajarnya saja, untuk menghindari hal yang tak diinginkan.
Sungguh pemandangan yang luar biasa. Mata kita dibuat takjub oleh letupan-letupan lumpur berselimut asap putih dari dalam tanah. Bersamaan itu pula jelas terdengar suara hentakannya seperti dentuman meriam yang menggelegar dari kejauhan.
Pengunjung menyaksikan fenomena letupan lumpur di obyek wisata Bledug Kuwu di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2017). Secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sementara mitologi masyarakat setempat menyebut jika fenomena Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan. Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung berjalan di perut bumi lantaran ia bisa berubah wujud menjadi ular naga.
Pengunjung menyaksikan fenomena letupan lumpur di obyek wisata Bledug Kuwu di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2017). Secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sementara mitologi masyarakat setempat menyebut jika fenomena Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan. Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung berjalan di perut bumi lantaran ia bisa berubah wujud menjadi ular naga.(SeputarPurwwodadiNews)
Sayup-sayup juga terdengar bunyi selayaknya air dalam suhu mendidih. Semburan-semburan lumpur itu bervariasi, bahkan terkadang ada yang setinggi tiga meter dan sebesar balon udara.
Lokasinya pun berubah-ubah, namun secara periodik letupan-letupan itu terus menerus bermunculan. Setengah menit sekali kita bisa mendengar dan menyaksikan fenomena menakjubkan yang keluar dari perut bumi itu.
Saat menyaksikan semburan lumpur berwarna hitam itu, kita harus berhati-hati supaya tak terperosok. Meski tanah yang dipijak secara kasat mata keras, namun di dalamnya masih berupa lumpur. Sesekali tanah terasa bergoyang.
"Kalau musim dingin atau penghujan, tinggi letupannya mencapai tiga meter. Letupan Bledug Kuwu tak pernah berhenti dan terus-menerus setiap menitnya. Untuk lokasi berpindah-pindah. Kami arahkan lokasi untuk melihat supaya aman," kata seorang petugas Obyek Wisata Bledug Kuwu sekaligus staf Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Grobogan, Elya Murtiyanto
Obyek wisata Bledug Kuwu dikelola Pemerintah Kabupaten Grobogan sejak 1983. Jumlah pengunjung terus mengalami peningkatan signifikan setiap tahunnya.
"Peningkatan 10 persen setiap tahunnya dalam lima tahun ini. Tahun kemarin jumlah pengunjung mencapai 26 ribu orang. Kali ini rata-rata per hari 70 orang datang berkunjung. Untuk libur lebaran mencapai 500 orang per hari. Dari luar kota mendominasi," imbuh Elya.
Pengunjung menyaksikan fenomena letupan lumpur di obyek wisata Bledug Kuwu di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2017). Secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sementara mitologi masyarakat setempat menyebut jika fenomena Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan. Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung berjalan di perut bumi lantaran ia bisa berubah wujud menjadi ular naga.
Pengunjung menyaksikan fenomena letupan lumpur di obyek wisata Bledug Kuwu di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2017). Secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sementara mitologi masyarakat setempat menyebut jika fenomena Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan. Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung berjalan di perut bumi lantaran ia bisa berubah wujud menjadi ular naga.(SeputarPurwwodadiNews)

Sayangnya destinasi yang memesona ini tak dibarengi dengan fasilitas-fasilitas penunjang yang memadai. Beberapa gazebo ala kadarnya yang tersedia sudah tak lagi layak. Gazebo telah rusak dan usang dimakan usia.
Jembatan bambu sebagai sarana menuju lokasi letupan juga sudah hancur sana-sini. Terlebih, banyak sampah berserakan yang ditemukan. Mushola hingga MCK juga kurang dipercantik.
"Seharusnya ada penghijauan di sini biar pengunjung tidak kepanasan. Lihat saja tak ada pepohonan. Serahkan pada profesional di bidangnya pasti bisa. Gazebo juga sudah tak bisa dipakai. Miris melihatnya. Obyek wisata andalan dan menakjubkan ini telah terlupakan," tutur Noer Cholis, pengunjung asal Kota Purwodadi.
Kepala UPTD Obyek Wisata Disporabudpar Kabupaten Grobogan, Sriyono, menjelaskan, pihaknya sudah berupaya mengajukan anggaran untuk memaksimalkan fasilitas penunjang Bledug Kuwu. Hanya saja, hal itu belum terealisasi.
"Semoga saja segera diperhatikan mengingat wisata ini adalah andalan Grobogan," tutur Sriyono.
Hasil penelitian, jelas Sriyono, secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sebuah fenomena ekstrusi cairan seperti hidrokarbon dan gas seperti methane. Ekstrusi adalah aktivitas gerakan cairan untuk mencapai permukaan.
"Suhu Mud Volcano ini lebih rendah tak mengeluarkan magma. Material yang dikeluarkan seperti butiran sangat halus yang tersuspensi dalam cairan, seperti air atau hidrokarbon. Dengan temperatur mendapatkan tekanan sedimen yang menghasilkan gas methane dengan sedikit kandungan karbondioksida dan nitrogen," jelas Sriyono.
Pengunjung menyaksikan fenomena letupan lumpur di obyek wisata Bledug Kuwu di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2017). Secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sementara mitologi masyarakat setempat menyebut jika fenomena Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan. Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung berjalan di perut bumi lantaran ia bisa berubah wujud menjadi ular naga.
Pengunjung menyaksikan fenomena letupan lumpur di obyek wisata Bledug Kuwu di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2017). Secara geologi apa yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes). Sementara mitologi masyarakat setempat menyebut jika fenomena Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan. Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung berjalan di perut bumi lantaran ia bisa berubah wujud menjadi ular naga.(SeputarPurwwodadiNews)

Fenomena unik lain dari Bledug Kuwu adalah air yang terkandung dalam lumpur tersebut ternyata mengandung garam. Hal ini menjadi menarik lantaran lokasi Bledug Kuwu ini berlokasi sangat jauh dari laut.
Oleh warga setempat, dijadikan ladang penghasilan dengan cara membuat garam melalui cara tradisional. Air semburan lumpur yang mengandung garam oleh penduduk dialirkan melalui parit buatan dan ditampung pada sebuah kolam.
Air tersebut ditimba dan diisikan ke dalam klakah (batang bambu yang dibelah  menjadi dua). Klakah-klakah yang sudah terisi air selanjutnya dijemur di bawah terik matahari hingga membentuk kristal-kristal garam.
"Dulu banyak yang membuat garam di sini, sekarang hanya bersisa satu keluarga," kata Sriyono.
Mitologi masyarakat setempat menyebutkan jika fenomena Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan. Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar.
Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung berjalan di perut bumi lantaran ia bisa berubah wujud menjadi ular naga.
"Cerita turun temurun di masyarakat seperti itu. Dinamai Bledug Kuwu karena suara dari letupan-letupan lumpur dari kawah menimbulkan suara bledug-bledug. Sedangkan Kuwu karena semburan lumpur ini berada di Desa Kuwu," pungkas Sriyono.